Pages

Sabtu, 28 April 2012

Sirah Nabawiyah

Kembali ke Pangkuan Ibunda Tercinta
        Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau, hingga dia mengembalikan kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur enam tahun.
      Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia. Dengan cara mengunjungi kuburannya di Yastrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan sejauh lima ratus kilometer, bersama putranya yang yatim, muhammad, disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muthalib mendukung hal ini. setelah menginap sebulan di madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke makkah. dalam rombongannya itu ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di abwa', yangterletak antara makkah dan madinah.

Kembali ke Kakek yang Penuh Kasih sayang
     Kemudian beliau kembali ketempat kakeknya, Abdu Muthalib di Makkah. Perasaan kasih sayang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru diatas lukanya yang lama.Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dia rasakan terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatng kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya dari pada anak-anaknya.
      
     Ibnu Hasyim berkata," ada sebuah dipan yang di letakkan di dekat Ka'bah untuk Abdul Muthalib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muthalib keluar kesana, dan tak seorangpun dari mereka yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan kepada dirinya. sewaktu kali selagi rasulullah menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk diatas dipan itu. Paman-paman beliau langsung menahan agar tidak duduk di dipan itu. Tatkala Abdul Muthalib melihat kejadian ini,dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.” Ke mudian Abdul Muthalib duduk bersama beliau diatas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apapun yang beliau lakukan.”
 
     Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur rasulullah, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Sebelum meninggal, kakeknya sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, abu thalib, saudara kandung bapak beliau.

Di bawah Asuhan Paman
  Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan mengannggap seperti anaknya sendiri. Bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau dari pada anak-anaknya sendiri. Mengkhusukanan perhatian dan kehormatan di sisi Abu Tholib,
Hidup di bawah penjagaanya,rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau, pembahasan mengenai masalah ini akan disampaikan di tempatnya tersendiri
Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
   
Ibnu Asakir mentakhrij dari Juhumulah bin Arfathah, dia berkata”tatakala aku tiba di makkah, orang-orang sedang di landa musim paceklik. Orang-orang Quraisy berkata  ,”wahai Abu Tholib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda marilah kita berdoa meminta hujan,”

Maka Abu Tholib keluar bersama seorang anak kecil,yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, menampakan awaw yang sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainya.dia memegang anak kecil itu dan menempelkan punggungnya ke diding ka’bah.jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit tadinya bersih dari mendung ,tiba-tiba saja mendung itu datang dari segala penjuru,lalu menurunkanhujan yang sangat deras,hinga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Tholib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang di bacakanya, 
        “putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda”

0 komentar:

Posting Komentar

© IHBS NewsPaper, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena