Pages

Jumat, 27 April 2012

Jalan Menuju Surga

بسم الله الرحمن الرحيم

Jalan Menuju Surga

Tujuan yang diharapkan dari seorang hamba adalah agar dia beribadah kepada Allah, mengenal-Nya, mencintai-Nya, kembali kepada-Nya dan istiqamah di atasnya serta menempuh jalan yang mengarah kepada kenikmatan (surga). Namun jika kita melihat kebanyakan manusia, mereka dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya, sehingga tidak lagi memiliki perhatian terhadap tujuan tersebut, bahkan berpaling darinya, meninggalkannya dan tidak ada keinginan untuk mengejar hal yang telah luput daripadanya. Tidak ada yang sadar dari musibah ini, selain sedikit di antara mereka yang berakal. Mereka sadar, bahwa kerugian yang sesungguhnya adalah ketika sibuk dalam hal yang tidak bermanfaat baik di akhirat maupun dunianya. Mereka pun memilih arah kesempurnaan daripada kekurangan, mereka rela menjual yang fana agar mendapatkan yang kekal. Mereka siap memikul beban sehingga beban itu terasa nikmat, dengan begitu mereka menjadi orang-orang yang mulia. Sifat-sifat mereka yang sadar ini tercantum dalam sebuah manzhuumah (sya’ir) yang disusun oleh Syaikh Abdurrahman As Sa’diy berikut, maka perhatikanlah dan mintalah kepada Allah agar anda memiliki sifat-sifat itu:
سَعِدَ الَّذِيْنَ تَجَنَّبُوْا سُبُلَ الرَّدَى -وَتَيَمَّمُوْا لِمَنَازِلِ الرِّضْوَانِ
فَهُمُ اَّلذِيْنَ اَخْلَصُوْا فِي مَشْيِهِمْ -مُتَشَرِّعِيْنَ بِشِرْعَةِ الْإِيْمَانِ
وَهُمُ الَّذِيْنَ بَنَوْامَنَاِزلَ سَيْرِهِمْ-بَيْنَ الرَّجَاءِ وَالْخَوْفِ لِلدَّيَّانِ
وَهُمُ الَّذِيْنَ مَلاَ الْإِلَهُ قُلُوْبَهُمْ- بِوِدَادِهِ وَمَحَبَّةِ الرَّحْمَنِ
وَهُمُ الَّذِيْنَ اَكْثَرُوْا مِنْ ذِكْرِهِ-فِى السِّرِّ وَالْإِعْلاَنِ وَالْأَحْيَانِ
يَتَقَرَّبُوْنَ اِلَى الْمَلِيْكِ بِفِعْلِهِمْ-طَاعَاتِهُ وَالتَّرْكِ لِلْعِصْيَانِ
Berbahagialah orang-orang yang menjauhi jalan-jalan ke arah kebinasaan
Pergi menuju tempat-tempat keridhaan.
Mereka adalah orang yang ikhlas dalam melakukan perjalanan
Berbekal dengan layar iman
Mereka bangun dasar pijakan antara sikap raja’ (berharap) dan khauf (cemas) kepada Allah Pemberi keputusan.
Allah memenuhi hati mereka dengan rasa kasih dan cinta kepada Ar Rahman.
Mereka sering menyebut nama-Nya, baik ketika sepi, ramai dan di setiap keadaan.
Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan, berupa ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Penjelasan singkat bait pertama
Jalan-jalan ke arah kebinasaan adalah kemaksiatan yang akan mengarah kepada kebinasaan (neraka), ia adalah jalan setan. Contohnya adalah syirk (menyekutukan Allah), meninggalkan shalat, durhaka kepada orang tua, enggan membayar zakat, meninggalkan puasa Ramadhan, memakan harta anak yatim, memakan riba, membunuh, berzina, bersumpah palsu, khianat dsb. Sedangkan tempat-tempat keridhaan adalah kebalikannya, yaitu ketakwaan yang akan mengarah kepada kebahagiaan (surga).
Mereka adalah orang yang ikhlas, yakni ikhlas yang dibarengi dengan mutaba’ah (mengikuti contoh) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, keduanya adalah syarat diterimanya ibadah.
Mereka bangun dasar pijakan antara sikap raja’ (berharap) dan khauf, maksudnya dalam beribadah mereka memiliki rasa raja’ (berharap); yakni berharap agar ibadah mereka diterima dan merasa khawatir jika tidak diterima. Ketika mereka melihat diri mereka kurang memenuhi hak Allah, timbul rasa khawatir di hati mereka, dan ketika mereka melihat nikmat dan karunia Allah, timbul rasa raja’ (berharap) di hati mereka.
Allah memenuhi hati mereka dengan rasa kasih dan cinta kepada-Nya, maksudnya hati mereka cinta kepada Allah sehingga muncul usaha menggapai ridha-Nya dengan beramal shalih. Ada beberapa sebab agar dicintai Allah, di antaranya adalah membaca Al Qur’an dengan mentadabburi dan memahami maknanya, mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan sunnah setelah amalan wajib, senantiasa berdzikr kepada Allah, mendahulukan yang Allah cintai apabila dihadapkan dua hal yang dicintainya, mempelajari nama Allah dan sifat-Nya, memperhatikan nikmat Allah baik yang nampak maupun tersembunyi serta memperhatikan pemberian-Nya kepada kita agar membantu kita bersyukur, pasrah kepada Allah dan menampakkan sikap butuh kepada-Nya, qiyamullail di sepertiga malam terakhir dengan disudahi istighfar dan taubat, duduk bersama orang-orang shalih yang cinta karena Allah serta mengambil nasehat dari mereka dan menjauhi sebab yang menghalangi hati dari mengingat Allah.
Mereka sering menyebut nama-Nya, baik ketika sepi, ramai dan di setiap keadaan, yakni dengan banyak berdzikr.
فِعْلُ الْفَرَائِضِ وَالنَّوَافِلُ دَأْبُهُمْ-مَعَ رُؤْيَةِ التَّقْصِيْرِ وَالنُّقْصَانِ
صَبَّرُواالنُّفُوْسَ عَلَىالْمَكَارِهِ كُلِّهَا-شَوْقًااِلىَ مَا فِيْهِ مِنْ اِحْسَانٍ
نَزَلُوْا بِمَنْزِلَةِ الرِّضَى فَهُمْ بِهَا-قَدْ اَصْبَحُوْا فِي جُنَّةٍ وَاَمَانٍ
شَكَرُواالَّذِيْ اَوْلَىالْخَلاَئِقِ فَضْلَهُ-بِالْقَلْبِ وَاْلأَقْوَالِ وَالْأَرْكَانِ
صَحِبُوالتَّوَكُّلَ فِيجَمِيْعِ اُمُوْرِهِمْ-مَعَ بَذْلِ جُهْدٍفىِرِضَى الرَّحْمَنِ
عَبَدُوااْلإِلَهَ عَلَى اعْتِقَادِ حُضُوْرِهِ-فَتَبَوَّؤُوْا فِي مَنْزِلِ الْإِحْسَانِ
Mengerjakan amalan wajib dan sunat kebiasaan mereka, namun dengan merasakan kekurangan.
Mereka menahan diri menerima hal yang tidak mengenakkan untuk mencapai sikap ihsan
Mereka menempati sikap ridha, di mana dengannya mereka berada dalam perisai dan keamanan
Mereka berterima kasih kepada manusia yang paling tinggi keutamaannya (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) baik dengan hati, kata-kata maupun tindakan
Teman mereka adalah tawakkal dalam setiap masalah, namun dengan usaha untuk mencapai keridhaan Ar Rahman.
Mereka beribadah kepada Allah dengan merasakan pengawasan-Nya, sehingga mereka mencapai derajat ihsan.
Penjelasan singkat bait kedua
Mengerjakan amalan wajib dan sunat kebiasaan mereka, namun dengan merasakan kekurangan,
Inilah kesempurnaan, yaitu mengerjakan ibadah namun merasakan kekurangan, sehingga dapat menghindarkan diri dari rasa malas dan dapat menghindarkan sifat ‘ujub (bangga diri) yang dapat merusak dan membatalkan amalan.
Mereka menahan diri menerima hal yang tidak mengenakkan, yakni untuk mencapai ridha Ar rahman. Mereka sabar menjalankan ketaatan, mereka sabar meninggalkan kemaksiatan dan mereka sabar terhadap taqdir buruk yang menimpa mereka dengan tidak keluh kesah.
Mereka menempati sikap ridha, di mana dengannya mereka berada dalam perisai dan keamanan
Ridha lebih tinggi daripada sabar, karena sabar hanya menahan dirinya dengan adanya pertentangan batin, namun jika sudah ridha, maka pertentangan batin itu luluh dan hilang. Dengan sikap ridha hidup terasa nikmat dan terasa sejuk dipandang mata. Oleh karena itu, ridha dinamakan juga “Perisai dunia dan tempat beritirahat para ahli ibadah”. Hakikat ridha adalah kamu menghadapi ketetapan-ketetapan Allah baik yang syar’i (dalam agama-Nya) maupun yang kauni (di alam semesta) dengan dada yang lapang, jiwa yang senang, tanpa benci dan keluh kesah.
Teman mereka adalah tawakkal dalam setiap masalah, namun dengan usaha untuk mencapai keridhaan Ar Rahman
Dengan keduanya “tawakkal dan usaha” seseorang akan mencapai kesempurnaan. Hakikat tawakkal adalah seseorang bersandar kepada Allah dan yakin kepada-Nya dalam mencapai suatu manfaat baik berkaitan dengan agama maupun dunia dan berusaha menjalani sebab-sebabnya. Sehingga, ketika seseorang berniat mengerjakan ibadah, ia berusaha menyempurnakan dan memperbaikinya, lalu beralih kepada Allah, mengharap kepada-Nya agar dibantu menyempurnakan kekurangannya, dengan husnuzh zhan (bersangka baik) bahwa apa yang diharapkannya akan tercapai.
Bukanlah termasuk tawakkal yang benar jika seseorang bersandar kepada Allah, namun tidak dibarengi usaha. Dan bukanlah termasuk tawwakkal, jika seseorang berusaha menggapai manfaat, namun bersandar kepada dirinya, tidak kepada Allah.
Mereka beribadah kepada Allah dengan merasakan pengawasan-Nya, sehingga mereka mencapai derajat ihsan
Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallalllahu 'alaihi wa sallam tentang ihsan, yaitu:
اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Ihsan adalah kedudukan tertinggi, akan tetapi untuk ke arahnya seseorang butuh tahapan sedikit demi sedikit sehingga nantinya menjadi terbiasa. Dengan ihsan seorang hamba akan merasakan kenikmatan dan rasa senang ketika dekat dengan Tuhannya.
نَصَحُواالْخَلِيْقَةَفِىرِضَىمَحْبُوْبِهِمْ-بِاْلعِلْمِ وَالْإِرْشَادِ وَالْإِحْسَانِ
صَحِبُوا الْخَلاَئِقَ بِالْجُسُوْمِ-وَاِنَّمَاأَرْوَاحُهُمْ فِى مَنْزِلٍ فَوْقَانِي
اَلَابِاللهِ دَعْوْتُ الْخَلاَئِقَ وَالْمَشَاهِدَكُلَّهَا-خَوْفًاعَلَىالْإِيْمَانِ مِنْ نُقْصَانٍ
عَزَفُوا الْقُلُوْبَ عَنِ الشَّوَاغِلِ كُلِّهَا-قَدْ فَرَّغُوْا مِنْ سِوَى الرَّحْمَنِ
حَرَكَاتُهُمْ وَهُمُوْمُهُمْ وَعُزُوْمُهُمْ- ِللهِ لاَلِلْخَلْقِ وَالشَّيْطَانِ
نِعْمَ الرَّفِيْقُ لِطَالِبِ السُّبُلِ الَّتِي-تُفْضِي اِلَى الْخَيْرَاتِ وَاْلِإحْسَانِ
Mereka memberi nasehat kepada setiap orang untuk menggapai kecintaan Allah dengan ilmu, bimbingan dan kebijaksanaan.
Mereka bersama manusia dengan badannya, namun ruh mereka sebenarnya berada di atas tingkatan
Ketahuilah, karena Allah aku menyeru manusia dan sekitarnya, lantaran khawatir terhadap lemahnya iman.
Mereka hindarkan hati dari semua yang melalaikan, selain dari beribadah kepada Ar Rahman.
Gerakan mereka, niat dan tekad karena Allah, bukan karena manusia dan setan.
Mereka adalah sebaik-baik teman bagi pencari jalan yang mengarah kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Penjelasan singkat bait ketiga
Mereka memberi nasehat kepada setiap orang untuk menggapai kecintaan Allah dengan ilmu, bimbingan dan kebijaksanaan,
Inilah keadaan mereka terhadap orang lain; keadaan yang paling baik dan mulia. Mereka tampakkan rasa cinta dan keinginan agar orang lain mendapatkan kebaikan seperti dirinya. Sehingga mereka berusaha semampu mungkin menghilangkan keburukan yang menimpa mereka, serta berusaha memberikan hal yang bermanfaat semampunya. Mereka beramr ma’ruf dan bernahy mungkar, berdakwah dan menasehati mereka, memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang tidak memilikinya, membantu orang yang kesusahan dan membutuhkan bantuan, mengajarkan orang yang tidak tahu, menghentikan kezhaliman yang dilakukan seseorang dan membela orang yang dizhalimi, siap menerima gangguan dari orang lain dan menahan diri dari mengganggu orang lain. Mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah dibarengi berbuat baik kepada sesama.
Ketahuilah, karena Allah aku menyeru manusia dan sekitarnya, lantaran khawatir terhadap lemahnya iman
Oleh karena itu, seorang hamba hendaknya tetap memperhatikan jati dirinya, melihat kekurangan pada dirinya. Ia pun berusaha menutupinya dengan beramal, setelah itu menjaganya dari segala yang membatalkan amalan. Karena menjaga amal lebih berat daripada beramal. Setiap kali perhatian dan kesungguhannya terhadap amal semakin tinggi, maka semakin tinggi pula imannya. Ia pun hendaknya memiliki rasa takut dan harap; takut dari sifat ‘ujub (bangga diri), riya’ (pamer), takabbur (sombong) dsb. dan berharap kepada Allah agar amalannya diterima.
Mereka hindarkan hati dari semua yang melalaikan, selain dari beribadah kepada Ar Rahman, yakni mereka berusaha menghindarkan semua yang dapat menjauhkan dari Allah dan keridhaan-Nya. Inilah hakikat zuhud, perhatiannya kepada ibadah lebih tinggi, sehingga ia tidak banyak-banyak dalam sesuatu selain hal yang bernilai ibadah. Pikirannya sering melayang dalam hal-hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah. Juga tidak lepas dari memikirkan kubur serta keadaan yang akan terjadi di alam kubur, memikirkan kiamat dan kedahsyatannya, memikirkan neraka dan penghuninya serta memikirkan surga dan penduduknya. Pikirannya tidak lepas dari semua ini, inilah memikirkan hal yang bermanfaat. Sebaliknya, memikirkan hal yang tidak bermanfaat hanya membawa penderitaan, waktunya sia-sia dan menyibukkan pikiran dengan hal yang tidak bermanfaat baik untuk sekarang maupun yang akan datang.
Mereka adalah sebaik-baik teman bagi pencari jalan yang mengarah kepada kebaikan dan kebahagiaan
Ya, merekalah sebaik-baik teman. Mereka ibarat penjual minyak wangi, seperti dalam sabda Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam berikut:
« إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Sesungguhnya perumpamaan kawan yang shalih dengan kawan yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang besi. Penjual minyak wangi, bisa saja memberi minyak wangi kepadamu, kamu bisa membeli darinya dan bisa juga mencium wanginya. Sedangkan tukang besi, bisa saja membakar bajumu atau jika tidak, kamu mencium bau yang tidak sedap.” (HR. Muslim)
Berkawan dengan orang shalih akan kamu dapatkan kebaikannya dari berbagai sisi. Sebagaimana berkawan dengan orang buruk, akan kamu dapatkan keburukannya, paling sedikit kamu akan mencium bau tidak sedap di sampingnya.
Kita meminta kepada Allah dengan nama-nama-Nya Yang Indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi agar Dia menunjukkan jalan yang lurus; jalan orang-orang yang diberi-Nya nikmat, jalannya para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shalih. Merekalah teman yang sebaik-baiknya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Marwan bin Musa
Diringkas dari Syarh Manzhuumah As sair ilallah wad daaril aakhirah karya Syaikh Abdurrahman As Sa’diy dengan diberikan tambahan.

0 komentar:

Posting Komentar

© IHBS NewsPaper, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena