Pages

Selasa, 08 Mei 2012

Pembahasan Bulughul Maram

PEMBAHASAN BULUGHUL MARAM
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu
Pada tanggal 11 April 2012 kemarin Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin L.C. melakukan pembahasan tentang Bulughul Maram.Kami telah meringkas isi tersebut menjadi sebagai berikut:
Kaji Hadits ke 248 Bab Wajibnya seorang yang sholat menyingkirkan dari warna-warna dan gambar-gambar
Iman ada 70 lebih cabang yang paling tinggi menucapkan la ilahha illaullah yang terendah menyingkirkan kotoran yang ada di jalan
Dari Annas ibnu Malik”Aisyah menutupi rumah nya dengan tirai bergambar dan berwarna kemudian Rasullah bersabda”Singkirkan tiraimu karena ada gambar-gambar, dan motif gambar-gambar itu mengganngu sholat saya.”
Jadi kesimpulannya yang bisa kita ambil adalah:
1.Wajib kita menjauhkan sesuatu yang menganggu kita sholat termasuk karpet dan dinding-dinding yang berwarna.
2.Hendaknya orang yang ingin sholat berjamaah mencari masjid yang enak untuk di tempati yaitu masjid yang tidak mencolok dan tidak penuh kaligrafi.
3.Inti sholat dan ruh nya sholat adalah konsentrasi/kushu makanya pada saat sholat Rasullah melarang menahan buang air kecil dan air besar serta menahan lapar.
4.Amar Makruf Nahi Munkar merupakan hal yang wajib berdasarkan hadits ini. Sebaiknya kemungkaran yang ada di rumah cwepat disingkirkan jangan ditahan.
5.Dilarang mendekor masjid dengan aksesoris-aksesoris seperti kaligrafi dan cat-cat warna-warni(karena ini membuat masjid nampak seperti gedung pertemuan.
6.Dibolehkan menghiasi rumah kita agar menjadi rapi,bersih dan tersusun.
Terdapat 4 jenis gambar yaitu
1.Gambar Relief/Timbul hukumnya haram
2.Gambar Datar yang hanya warna hukumnya haram selagi makhluk hidup.
3.Gambar yang didapat dari fotografi hukumnya haram
4.Gambar yang tidak bernyawa hukumnya tidak haram
Rasullah menyuruh Aisyah karena motif gambar itu membuat Rasullah ingat dunia.Gambar merupakan suatu yang mungkar tapi sudah terlanjur jatuh ke dunia.Manusia yang paling berat hukumannya di akhirat adalah orang yang menandingi ciptaan Allah, Orang yang membuat gambar diminta pertanggung jawabannya dengan meniupkan ruh kepada gambarnya akan tetapi mereka tidak bisa meniupkan ruh kepada gambarnya.
Imam Malik mengatakan bahwa dilarang menulis kaligrafi di depan maupun di kanan,kiri dan belakang masjid.
Tanya Jawab

1.Lebih baik menggunakan sejadah atau tidak?
Kalau sholat kita nyaman dengan lantai maka tidakperlu kalau ingin memakai sajadah pakailah sajadah yang tidak berwarna(polos).


2.Ada foto-foto habib-habib anak saya apakah boleh disimpan?
Sebaiknya dihilangkan karena tidak boleh menyimpan gambar seorang tokoh.

3.Apakah profesi menjadi fotografer diperbolehkan dalam islam?
Antara halal dan haram kecuali ia foto untuk paspor, KTP dan lain-lain.

4.Pedagang kan membawa barang dagangan, dan kebanyakan barang dagangan bergambar apakah boleh di simpan?
Boleh karena dalam keadaan terpaksa atau tidak bisa dihindarkan.

5.Uang kan ada gambar nya ustadz apakah boleh di simpan?
Boleh karena dalam keadaan terpaksa atau tidak bisa dihindarkan.

6.Apakah gambar dalam video dilarang dalam islam?
Tidak karena video ditampilkan di kaca, seperti kita lagi bercermin jadi hukumnya tidak haram.

Sekian yang dapat kami sampaikan untuk kajian pembahasan bulughul maram kali ini.Terima Kasih
Wassalamualaikum warohmatulahi wa barokatu
Read More

Kamis, 03 Mei 2012

Hadits-hadits


Assalamualaikum warohmatullahi wa barokatu
Segala puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Dalam kesempatan kali ini kami akan memberikan beberapa hadits-hadits shahih

Berbakti Pada Ibu
Telah mengabarkan pada kami Abu Ashim, dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata

          Saya bertanya(kepada Rasullulah shallallahu‘alaihi  wassalam), “Wahai Rasulullah shallalah u ‘alaihi wassalam, kepada siapa mestinya saya berbuat baik?” Beliau menjawab, “Pada ibumu.” Saya bertanya lagi, “Lalu pada telah siapa?” Beliau menjawab, “Pada ibumu.” Saya bertanya lagi, “Lalu pada aid siapa?” Beliau menjawab, “Pada ibumu.” Saya bertanya lagi, “Lalu pada siapa lagi ?” Beliau menjawab, “Pada bapakmu, lalu kerabat yang paling dekat dan seterusnya.”
         Said bin Abu Maryam telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin ja’far bin abu katsir ,ia berkata telah mengabarkan pada saya Zaid bin Aslam,  dari atha’ bin yasar, dari ibnu abas Abbas  bahwa telah datang pada kami seorang laki-laki padanya dan berkata ,
        “Aku melamar seorang wanita tetapi ia menolah menikah denganku,lalu ada orang lain dan ia menerimanya. Aku merasa cemburu,lalu kubunuh wanita itu, apakah aku masih bisa bertaubat?” Ibnu Abbas menjawab,” apakah ibumu masih hidup?” ia jawab , “Tidak”  .Lalu ibnu Abbas berkata,”  bertaubatlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala  dan taqarrublah kepada-nya menurut kemampuanmu !”
        Lalu saya (Atha’ bin yasar ) pergi kepada ibnu  Abbas dan bertanya,” kenapa engkau tajanyakan tentang ibunya?” , ibnu Abbas menjawabdak ,”  aku tidak mengetahui amalan apa yang paling mendekakatkan diri kepada Allah selain berbakti pada ibu”.
Read More

Senin, 30 April 2012

Kisah Uzair

Nama dan Nasabnya

          Al-Hafizh Abul Qasim Ibnu Asakir mengatakan” Namanya adalah Uzair bin Jarwah.”
          Ada juga yang mengatakan.” Uzair bin Seraya bin Azarya bin Ayub bin Zerahya bin Uzi bin Buki bin Abisua bin Piheas bin Eleazar bin Harun bin Imran.” Ada juga yang mengatakan,”Uzair bin Seraka.”

Seputar Dirinya dan Awal Kisahnya
        
Ishaq bin Bisyr meriyawatkan, dari Said bin Basyir, dari Qatadah, dari Kaab. Juga dari Said bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Hasan, Muqati’, dan Juwabir, dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas mengatakan” mereka semua meriwayatkan kepadaku tentang kisah Uzair, riwayat-riwayat tersebut saling menambahkan satu sama lain; sesungguhnya Uzair adalah seorang yang shaleh dan bijaksana. Pada suatu hari ia berniat untuk pergi ke sebuah ladang untuk mencoba mengolahnya, namun ia berakhir di puing-puing yang sudah hancur.

          Ketika hari mulai siang dan matahari mulai panas, ia berusaha mencari bangunan yang masih ada atapnya untuk berteduh bersama keledainya. Setelah menemukan dua keranjang buah tin dan satu keranjangnya lagi berisi buah anggur. Ia pun berteduh di sana. Lalu ia mengeluarkan semacam mangkuk untuk menampung air anggur yang ingin diperasnya. Kemudian ia mengambil sepotong roti kering untuk dicelupkan ke dalam perasan anggur tersebut, lalu ia pun memakannya. Setelah merasa sudah cukup, ia membaringkan tubuhnya dan menyandarkan kakinya ke atas dinding. Ia merenungi atap-atap yang roboh dan rumah-rumah yang ditinggalkan oleh para penghuninya itu. Kemudian ia melihat tulang yang tergeletakdi sana, dan ia pun berkata,”Bagaimana Allah menghidupkan kembali(negeri) ini setelah hancur?” Ia tidak meragukan bahwa Allah dapat menghidupkan kembali negeri itu. Ia berkata seperti itu karena merasa takjud dengan kekuasaan Allah. Kemudia malaikat maut diutus oleh Allah untuk mencabut nyawanya, lalu ia dimatikan selama 100 tahun

          Dalam kurun waktu seratus tahun ini, banyak sekali peristiwa dan perubahan yang terjadi pada bangsa Israel. Lalu Allah mengutus kembali seorang malaikat untuk menghidupkan Uzair. Dan, semua anggota tubuh Uzair pun mulai dihidupkan kembali. Pertama akalnya agar ia dapat berpikir,  lalu matanya agar ia dapat melihat bagaimana Allah menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Kemudian satu per satu tubuh Uzair dihidupkan di depan matanya, bagaimana tulang-tulangnya dibungkus dengan daging, kulit, dan rambut. Kemudian ditiupkan kembali nyawanya ke dalam tubuhnya itu,sementara akal dan matanya sudah bekerja lebih dahulu dapat bergerak,lalu malaikat tersebut bertanya,”berapa lama engkau tinggal (di sini)” ia menjawab “sehari atau setengah hari.”jawaban itu terucap begitu saja dar bibirnya,karena memang ia karena memang ia merasa tertidur tidak terlalu lama, ia tidur di tengah hari, dan dibangunkan pada sore hari. Lalu malaikat tersebut menjelaskan,”Tidak! Engkau telah tingal seratus tahun.lihatlah makanan dan minumanmu.” Yakni, sisa roti kering kamu makan dan perasan anggur yang di taruh di sebuah mangkuk, keduanya masih dalam keadaan seperti ia tinggal tidur sebelumnya, “belum berubah.” Yakni, tidak berubah sama sekali begitu pula dengan buah tin dan buah anggur yang masih segar dalam keranjangnya , kondisiya tidak berubah sama sekali.
Read More

3 Pesawat Tempur Terbaik di Dunia


1.P-513 Mustang
Pesawat P-15D Mustang mempunyai kecepatan 437 mph. Ia dilengkapi dengan tangki eksternal yang memungkinkan Mustang terbang hingga sejauh 2.000 mi. Karenanya, ia menjadi satu-satunya fighter (pejuang) yang mampu melindungi pesawat bomber sekutu untuk serangan jarak jauh.
                P-51D  Mustang melaksanakan tugasnya dengan sangat baik saat kemunculan perdananya tahun 1944. Pesawat milik Amerika  tersebut telah menghancurkan 5.000 pesawat terbang musuh di Eropa dengan begitu, ia menjadi fighter AS yang memilik skor terbanyak dalam operasi di Eropa. Selain itu, dengan pesawat  tersebut, tingkat kecelakaan dan kematian dapat dikurangi hingga 75%

2.F-15C Eagle
Kemampuan jenis Eagle buat MC Donnel Douglass tersebut hampir tidak tertandingi oleh pesawat lain dalam sejarah.F-15 jauh lebih baik dari F-4 untuk akselerasi, manuver, dan handling (kemudi). Bukti kehebatan dari F-15 selama di operasi pembahasan di Irak adalah angkatan udara Saddam Hussein yang menolak mengudara. Sebab, mereka tahu F-15 akan dengan mudah menghancurkan mereka dalam sekejap di udara.

3.F-4 Phantom
F-4 Phantom memiliki sejarah operasi yang sangat baik. Karenanya jumlah produksinya yang banyak tidak patut mengecewakan. Sayangnya ia hanya patut mendapatkan tempat ketiga dalam hal kecepatan, masa pakai, dan cara mematikannya.
          Phantom adalah basis pengujian untukl teknologi misil. Pesawat tersebut memegang rekor sebanyak 5 kali untuk kecepatan selama 13 tahun sebelum dikalahkan oleh Fighter F-1


Read More

Sabtu, 28 April 2012

Sirah Nabawiyah

Kembali ke Pangkuan Ibunda Tercinta
        Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau, hingga dia mengembalikan kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur enam tahun.
      Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia. Dengan cara mengunjungi kuburannya di Yastrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan sejauh lima ratus kilometer, bersama putranya yang yatim, muhammad, disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muthalib mendukung hal ini. setelah menginap sebulan di madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke makkah. dalam rombongannya itu ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di abwa', yangterletak antara makkah dan madinah.

Kembali ke Kakek yang Penuh Kasih sayang
     Kemudian beliau kembali ketempat kakeknya, Abdu Muthalib di Makkah. Perasaan kasih sayang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru diatas lukanya yang lama.Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dia rasakan terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatng kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya dari pada anak-anaknya.
      
     Ibnu Hasyim berkata," ada sebuah dipan yang di letakkan di dekat Ka'bah untuk Abdul Muthalib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muthalib keluar kesana, dan tak seorangpun dari mereka yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan kepada dirinya. sewaktu kali selagi rasulullah menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk diatas dipan itu. Paman-paman beliau langsung menahan agar tidak duduk di dipan itu. Tatkala Abdul Muthalib melihat kejadian ini,dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.” Ke mudian Abdul Muthalib duduk bersama beliau diatas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apapun yang beliau lakukan.”
 
     Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur rasulullah, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Sebelum meninggal, kakeknya sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, abu thalib, saudara kandung bapak beliau.

Di bawah Asuhan Paman
  Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan mengannggap seperti anaknya sendiri. Bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau dari pada anak-anaknya sendiri. Mengkhusukanan perhatian dan kehormatan di sisi Abu Tholib,
Hidup di bawah penjagaanya,rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau, pembahasan mengenai masalah ini akan disampaikan di tempatnya tersendiri
Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
   
Ibnu Asakir mentakhrij dari Juhumulah bin Arfathah, dia berkata”tatakala aku tiba di makkah, orang-orang sedang di landa musim paceklik. Orang-orang Quraisy berkata  ,”wahai Abu Tholib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda marilah kita berdoa meminta hujan,”

Maka Abu Tholib keluar bersama seorang anak kecil,yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, menampakan awaw yang sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainya.dia memegang anak kecil itu dan menempelkan punggungnya ke diding ka’bah.jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit tadinya bersih dari mendung ,tiba-tiba saja mendung itu datang dari segala penjuru,lalu menurunkanhujan yang sangat deras,hinga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Tholib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang di bacakanya, 
        “putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda”
Read More

Jumat, 27 April 2012

Quick Fix 2


Quick Fix 2
Alhamdulillah, kita bertemu kembali dalam rubrik Quick Fix edisi kedua di IHBS newspaper. Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah subhanahu wata`ala. Insya Allah, pada Quick Fix edisi kali ini kita akan membahas kata atau ungkapan yang sering kita gunakan dalam percakapan bahasa Inggris kita.
Penasaran? Ikuti terus ya.
Well, perhatikan contoh percakapan di bawah ini:
Iqra:
Have you ever been to Jakarta?’
(Pernahkah kamu pergi ke Jakarta?)
Ghazi:
Of course! I often go there for AusAID meetings.’
(Oh tentu saja pernah! Saya sering pergi ke sana untuk mengikuti rapat AusAID.)
Dia menjawab dengan menggunakan kata `of course` karena memang seharusnya saya sudah tahu jawaban untuk pertanyaan tersebut. Hal ini karena dia adalah manajer KGRE (Kang Guru Radio English) jadi `of course` `tentu saja` dia sering berkunjung ke sana.
However, many people use ‘of course’ instead of ‘yes’. They use it too often, and their English doesn't sound natural. Here's a good example of how to use ‘of course’. Namun, banyak orang menggunakan kata `of course` daripada kata `yes`. Mereka terlalu sering menggunakannya sehingga ketika mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris terdengar tidak natural atau dengan kata lain tidak alami seperti pembicara asli.
Berikut satu contoh percakapan lagi:      
Daffa:
Ammar, do you know the capital city of Canada?’
(Ammar, tahukah kamu ibukota Kanada?)
Ammar:
Mmm… It think it's Ottawa.’
(Mmm… Saya rasa ibukotanya adalah Ottawa.)
Daffa:
That's right. Do you know the capital city of France?’
(Ya, betul itu.Tahukah kamu ibukota Prancis?)
Ammar:
Yes, it's Paris.’
(Ya, ibukotanya adalah Paris.)
Daffa:
That's right. Now, do you know the capital city of Australia?’
(Ya, betul. Sekarang, tahukah kamu ibukota Australia?)
Ammar:
Of course I do! I'm Australian. The capital city of Australia is Canberra.’
(Tentusaja tahu. Saya kan dari Australia. Ibukotanya adalah Canberra.)
Jadi, sekarang kalian sudah tahu kapan harus menggunakan kata `of course`- yaitu jika kamu rasa jawabannya benar-benar pasti. Usahakanlah untuk tidak terlalu sering menggunakan kata tersebut di dalam percakapanmu, maka bahasa Inggrismu akan terdengar lebih natural atau alami.


                                                           Penulis:Ahmad Syafi’i


Read More

Ajaibnya Do'a Istri pada Suami yang Bejat

Kisah ini kami dapatkan dari sebuah buku yang tersusun dalam dua jilid. Dalam buku tersebut dikisahkan banyak sekali kisah yang menunjukkan ajaibnya do’a. Oleh karenanya, buku itu diberi judul “‘Ajaibud Du’aa” (Sungguh ajaibnya do’a). Di antara kisah yang membuat hati ini interested adalah kisah seorang istri yang mendoakan suaminya yang bejat, yang gemar maksiat. Istri tersebut adalah istri yang sholehah dan sangat ingin sekali suaminya menjadi baik. Maka ia terus menerus mendoakan suaminya. Kisah tersebut adalah sebagai berikut:
Ada seorang suami yang benar-benar jauh dari ketaatan pada Allah Ta’ala, yang sudah gemar melakukan dosa. Ia memiliki istri yang sholehah. Istrinya ini senantiasa memberinya nasehat, wejangan dan berlemah lembut dalam ucapan pada suaminya, namun belum juga nampak bekas kebaikan pada diri sang suami. Si istri ini pun tahu bahwa do’a kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya cara (agar suaminya bisa mendapatkan hidayah). Karena Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi petunjuk pada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Si istri ini akhirnya terus menerus berdoa agar Allah memperbaiki keadaan suaminya menjadi baik dan menunjukkan suaminya ke jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Ia tidak bosan-bosannya berdoa akan hal ini siang dan malam.
Akhirnya si istri mendapatkan waktu yang ia nanti-nanti. Suatu hari hidayah pun menghampiri suaminya, nampak pada suaminya tanda kembali taat. Suaminya akhirnya gemar lakukan kebaikan, ia pun bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Walillahil hamd, segala puji hanya untuk Allah.[1]
***
Wahai para istri, kisah ini sungguh menakjubkan sekali. Dengan engkau menengadahkan tanganmu pada Rabb-mu, suami yang dulunya bejat, mungkin juga tidak shalat, mungkin juga peminum minuman keras, hatinya pun bisa berbalik menjadi taat dengan izin Allah. Oleh karenanya, jangan sekali-kali melupakan do’a untuk suamimu tercinta. Hal ini pun juga berlaku pada suami yang sholeh, lakukanlah pula hal yang sama untuk selalu mendoakan istri agar taat pada Allah. Semua hati bisa jadi taat dengan izin Allah. Janganlah bosan-bosan untuk banyak berdoa untuk istri, anak, adik, kakak, ayah, ibu dan kerabat kita lainnya. Wabillahit taufiq.

Worth note at night in lovely sakan Riyadh-KSA, 4th Muharram 1432 (10/12/2010)
Written by: Muhammad Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com


[1] Ajaib Ad Du’aa’, Kholid bin Sulaimin bin ‘Ali Ar Robi’i, 2/183-184, www.ktibat.com .
Read More

Adil di antara Anak-Anak dalam Hadiah

Islam selalu mengajarkan untuk berbuat adil. Namun memang adil tidak selalu sama, tetapi sesuai kebutuhan dan hajat. Hal ini berlaku dalam hal memberi hadiah pada anak. Islam mengajarkan jika anak yang satu diberi hadiah, maka kita diperintahkan untuk bersikap adil terhadap yang lain. Namun apakah bersikap adil itu harus sama? Simak dalam bahasan sederhana berikut.
‘Amir berkata bahwa beliau mendengar An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma yang ketika itu berada di atas mimbar berkata, “Ayahku memberikan hadiah padaku.” Lantas ibunya Nu’man,  ‘Amroh bintu Rowahah berkata, “Aku tidak ridho sampai engkau mempersaksikan hal itu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, lantas Basyir (ayah Nu’man) berkata, “Aku telah memberikan hadiah pada anak laki-lakiku dari istriku, ‘Amroh bin Rowahah. Lalu istriku memerintah padaku untuk mempersaksikan masalah hadiah ini padamu, wahai Rasulullah.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya pada Basyir, “Apakah engkau memberi anak-anakmu yang lain seperti anakmu itu?” “Tidak”, begitu jawaban Basyir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ ، وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
Bertakwalah pada Allah. Bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” An Nu’man berkata bahwa ayahnya kembali dan menarik hadiah tersebut (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini dibawakan Imam Bukhari dalam persaksian dalam hal hadiah. Imam Nawawi memberi judul Bab dalam Shahih Muslim “Tidak disukai mengutamakan hadiah pada satu anak tidak pada yang lainnya.”
Ada beberapa pelajaran dari hadits di atas:
Pertama:
Bersikap adil yaitu sama dalam pemberian hadiah di antara anak-anak adalah suatu hal yang wajib. Sedangkan bersikap tidak adil dalam hal ini tanpa adanya alasan adalah suatu yang haram atau tidak dibolehkan. Namun, jika ternyata ditemukan adanya sebab untuk mengutamakan satu anak dan lainnya dalam pemberian hadiah, maka harus dengan ridho seluruh anak. Semisal hal ini adalah jika melebihkan satu istri dari lainnya, itu pun suatu keharaman.
Kedua:
Apakah dalam masalah hadiah bagi anak berlaku sama seperti warisan yaitu anak laki-laki mendapatkan dua kali anak perempuan?
Ada khilaf (beda pendapat) dalam masalah ini. Ibnu Hajar berkata, “Muhammad bin Al Hasan, Imam Ahmad, Ishaq, sebagian ulama Syafi’iyah dan ulama Malikiyah berkata bahwa adil dalam hal ini adalah seperti dalam hal warisan yaitu laki-laki mendapatkan dua kali perempuan.” (Fathul Bari, 5/214)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah juga menguatkan pendapat di atas, yaitu laki-laki mendapatkan dua kali dari bagian wanita. Karena demikianlah hukum Allah yang Maha Adil. Maka berlaku pula hal ini dalam masalah hadiah untuk anak-anak. Sebagaimana jika anak-anak tersebut ditinggal mati, maka anak laki-laki mendapatkan dua kali dari bagian anak perempuan, inilah keadilan sebagaimana pada ayah dan ibu mereka. Inilah yang wajib bagi ayah dan ibu, hendaklah memberikan hadiah kepada anak mereka secara adil dan sama, bentuknya adalah laki-laki mendapatkan dua kali dari wanita. (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah juz ke-25, http://www.binbaz.org.sa/mat/3410)
Salah seorang ulama Sudan, Syaikh Al Amin Haajj Muhammad memberikan alasan, “Kebutuhan laki-laki terhadap harta itu lebih besar dari kebutuhan wanita. Jika wanita menikah, maka yang menanggung dirinya adalah suaminya. Jika ia tidak menikah, ditalak atau suaminya meninggal dunia, maka nafkah wanita tersebut ditanggung ayah dan saudaranya.” (http://www.islamadvice.com/usra/usra27.htm)
Ketiga:
Hadiah mesti dikembalikan jika ada pembagian di antara anak-anak yang tidak sama atau tidak adil. Alasannya sebagaimana dalam hadits An Nu’man bin Basyir di atas. Sedangkan dalil yang nyatakan tidak boleh mengambil sesuatu yang sudah disedekahkan,
لاَ تَشْتَرِ وَلاَ تَعُدْ فِى صَدَقَتِكَ ، وَإِنْ أَعْطَاكَهُ بِدِرْهَمٍ ، فَإِنَّ الْعَائِدَ فِى صَدَقَتِهِ كَالْعَائِدِ فِى قَيْئِهِ
Janganlah engkau membeli dan meminta kembali sedekahmu, walaupun engkau ingin menggantinya dengan satu dirham. Karena orang yang meminta kembali sedekahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.” (HR. Bukhari no. 1490 dan Muslim no. 1620), ini adalah dalil umum. Sedangkan hadits Nu’man di atas yang berisi perintah mengembalikan hadiah, itu adalah dalil khusus yang menjadi pengkhusus yang umum.
Keempat:
Boleh memberikan suatu pemberian pada anak laki-laki atau perempuan lebih dari yang lainnya jika ada alasan khusus seperti karena anak tersebut lebih butuh. Hal ini pernah dicontohkan Abu Bakr dan Umar terhadap anak-anak mereka. Boleh pula melebihkan salah satu anak karena alasan mendidik sebagaimana pendapat Anas bin Malik.
Bahasan di atas adalah faedah dari bahasan ulama Sudan, Syaikh Al Amin Haajj Muhammad, selaku Ketua Asosiasi Syar’iyyah dan Du’at di Sudan. Lihat link: http://www.islamadvice.com/usra/usra27.htm

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA
In the morning, 17th Dzulqo’dah 1432 H (15/10/2011)
www.rumaysho.com
Read More

6 Keutamaan Mencari Nafkah Bagi Suami

Kadang kita -sebagai suami- merasa lelah, capek sehingga banyak mengeluh. Pergi begitu pagi, pulang pun ketika matahari akan tenggelam, rasa lelah yang kita dapat. Kegiatan mencari nafkah sebenarnya suatu amalan yang mulia yang patut diniatkan dengan ikhlas sehingga bisa meraih pahala. Karena keutamaannya amat luar biasa, pahalanya yang besar, bahkan bisa sebagai tameng dari jilatan neraka.
Sebelum kita memahami keutamaan mencari nafkah, terlebih dahulu kita melihat bagaimanakah Islam mengajarkan prioritas dalam penyaluran harta atau penghasilan suami.
Prioritas dalam Pengeluaran Harta
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)
Ketika menjelaskan hadits di atas, Ibnu Battol rahimahullah menjelaskan:
Sebagian ulama menyebutkan bahwa pengeluaran harta dalam kebaikan dibagi menjadi tiga:
  1. Pengeluaran untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang yang wajib dinafkahi dengan bersikap sederhana, tidak bersifat pelit dan boros. … Nafkah seperti ini lebih afdhol dari sedekah biasa dan bentuk pengeluaran harata lainnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu” (HR. Bukhari).
  2. Penunaian zakat dan hak Allah. Ada ulama yang menyatakan bahwa siapa saja yang menunaikan zakat, maka telah terlepas darinya sifat pelit.
  3. Sedekah tathowwu’ (sunnah) seperti nafkah untuk menyambung hubungan dengan kerabat yang jauh dan teman dekat, termasuk pula member makan pada mereka yang kelaparan.
Setelah merinci demikian, Ibnu Battol lantas menjelaskan, “Barangsiapa yang menyalurkan harta untuk tiga jalan di atas, maka ia berarti tidak menyia-nyiakan harta dan telah menyalurkannya tepat sasaran, juga boleh orang seperti ini didengki (bersaing dengannya dalam hal kebaikan).” (Lihat Syarh Bukhari, Ibnu Battol, 5: 454, Asy Syamilah).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al 'Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskan, “Sebagian orang tatkala bersedekah untuk fakir miskin atau yang lainnya maka mereka merasa bahwa mereka telah mengamalkan amalan yang mulia dan menganggap sedekah yang mereka keluarkan itu sangat berarti. Adapun tatkala mengeluarkan harta mereka untuk memberi nafkah kepada keluarganya maka seakan-akan perbuatan mereka itu kurang berarti, padahal memberi nafkah kepada keluarga hukumnya wajib dan bersedekah kepada fakir miskin hukumnya sunnah. Dan Allah lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah.” (Sebagaimana penjelasan beliau dalam Riyadhus Shalihiin)
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa mesti ada prioritas dalam penyaluran harta. Yang utama sekali adalah pada istri, anak, lebih lagi pada anak perempuan sebagaimana diterangkan dalam keutamaan mencari nafkah berikut ini. Setelah kewajiban pada keluarga, barulah harta tersebut disalurkan pada zakat dan sedekah sunnah.
Mengenai keutamaan mencari nafkah di antaranya dijabarkan dalam enam poin berikut ini.
Pertama: Nafkah kepada keluarga lebih afdhol dari sedekah tathowwu’ (sunnah)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
Kedua: Jika mencari nafkah dengan ikhlas, akan menuai pahala besar
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56). Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini pada masalah ‘setiap amalan tergantung pada niat’. Ini menunjukkan bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika diniatkan dengan ikhlas untuk meraih wajah Allah. Namun jika itu hanya aktivitas harian semata, atau yakin itu hanya sekedar kewajiban suami, belum tentu berbuah pahala.
Ketiga: Memberi nafkah termasuk sedekah
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ
Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Keempat: Harta yang dinafkahi semakin barokah dan akan diberi ganti
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً
Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010). Seseorang yang memberi nafkah untuk keluarganya termasuk berinfak sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.
Kelima: Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban apakah ia benar memperhatikan nafkah untuk keluarganya
Dari Anas bin Malik, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ
Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin” (HR. Tirmidzi no. 1705. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
إن الله سائل كل راع عما استرعاه : أحفظ أم ضيع
Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikannya” (HR. Ibnu Hibban 10: 344. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Keenam: Memperhatikan nafkah keluarga akan mendapat penghalang dari siksa neraka
‘Adi bin Hatim berkata,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Selamatkanlah diri kalian dari neraka walau hanya melalui sedekah dengan sebelah kurma” (HR. Bukhari no. 1417)
‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,
دَخَلَتْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ
“Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makanan pun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka aku pun mengabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda,
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
"Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka" (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).
Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْفَقَ عَلَى ابْنَتَيْنِ أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ذَوَاتَىْ قَرَابَةٍ يَحْتَسِبُ النَّفَقَةَ عَلَيْهِمَا حَتَّى يُغْنِيَهُمَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ يَكْفِيَهُمَا كَانَتَا لَهُ سِتْراً مِنَ النَّارِ
Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad 6: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if)
Dua hadits terakhir ini menerangkan keutamaan memberi nafkah pada anak perempuan karena mereka berbeda dengan anak laki-laki yang bisa mencari nafkah, sedangkan perempuan asalnya di rumah.
Ya Allah, berikanlah kami taufik untuk mencari nafkah dengan ikhlas dan cara yang halal sehingga kami pun terbebas dari siksa neraka dan dimasukkan dalam surga.
Wallahu waliyyut taufiq.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 24 Rabi’ul Awwal 1433 H
www.rumaysho.com
Read More

© IHBS NewsPaper, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena